Laman

Ads 468x60px

Rabu, 14 Agustus 2013

Berdosakah Bila Saya Larut dalam Chatting dan Media Sosial yang Marak Hari Ini?

 media sosial
KIBLAT.NET – Saat ini banyak sekali media sosial dan chatting yang bisa dikatakan tidak bisa terpisah dari kita, bahkan usai salam dari shalat pun adakalanya langsung chattingan. Pertanyaan saya, apakah yang saya tulis termasuk perbuatan menyia-nyiakan waktu dan tidak bermanfaat? Ini termasuk perkara mubah ataukah justru saya akan mempertanggungjawabkan semua yang saya tulis atau katakan di situ?
Jawab: Tentu saja setiap orang bertanggung jawab atas setiap kata-kata dan tindakan, termasuk yang ditulis oleh tangannya. Allah berfirman,  

“Maka kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis Al-kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya, ‘Ini dari Allah,’ (dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang mereka kerjakan.” (Al-Baqarah: 79).
Bahkan manusia akan terkejut ketika melihat semua yang pernah dilakukan di dunia tertulis dalam catatan amalnya, “Dan diletakkanlah Kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata, ‘Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). Dan Tuhanmu tidak menganiaya seorang pun.” (Al-Kahfi: 49)

Karena itulah, seorang hamba hendaknya selalu merasa diawasi oleh Allah ketika menulis. Seorang penyair membuat ungkapan yang sangat indah:
Setiap penulis itu akan diuji dan waktu akan mengabadikan apa yang digoreskan oleh tangannya
Karena itu janganlah engkau menulis kecuali yang menyenangkan dirimu saat engkau melihatnya di akhirat.
Imam Nawawi menjelaskan hadits “siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaknya mengatakan yang baik atau diam” dengan ungkapan, “Bila seseorang ingin berbicara, sedangkan yang diucapkan adalah baik dan mendatangkan pahala, maka hendaknya ia mengatakannya. Bila ia tidak melihat adanya kebaikan bila mengatakannya, hendaknya ia diam. Dengan demikian, berbicara/ menulis yang sifatnya mubah diperintahkan agar tidak dilakukan karena dikhawatirkan bisa menjerumuskan kepada perkara yang haram dan makruh.”
Namun, ketika melihat adanya suatu kebaikan, kita hendaknya tidak memilih diam dan tidak menanggapi. Dalam hal ini, berbicara atau mengungkapkannya dalam tulisa di chatting lebih baik daripada diam. Ahli ilmu mengatakan, “Perkataan yang baik itu ghanimah, sedangkan diam adalah keselamatan. Ghaniman lebih utama daripada keselamatan.
Ibnu Rajab mengatakan, “Orang-orang saling bercakap-cakap di majelis Al-Ahnaf bin Qais tentang manakah yang lebih baik, diam atau berbicara. Maka Al-Ahnaf mengatakan, ‘Berbicara lebih baik karena keutamaan diam itu hanya disukai oleh pelakunya, sedangkan ucapan yang baik bisa mendatangkan kebaikan bagi orang yang mendengarnya.”
Umar bin Abdul Aziz ketika mendengar seseorang berkata, “Orang yang diam karena tahu diam lebih baik sama dengan orang yang berbicara karena berbicara itu lebih baik,” ia pun menjawab, “Saya berharap, orang yang berbicara karena tahu bahwa berbicara lebih baik itu lebih bagus keadaannya pada hari kiamat karena orang ini membawa manfaat bagi orang lain, sedangkan orang yang diam hanya membawa manfaat untuk dirinya sendiri.”
Editor: Agus Abdullah

source : kiblat.net 

0 komentar:

Posting Komentar

 

Follow Me

Followers

^_^

"Promise me you'll always remember: You're braver than you believe, and stronger than you seem, and smarter than you think."

AKU

Selalu berjanji ...

AKU

lebih berani dari yang aku yakini,

AKU

lebih kuat dari yang aku lihat

dan AKU

lebih cerdas dari yang aku pikirkan