KIBLAT.NET – Saat ini banyak sekali media sosial dan chatting yang
bisa dikatakan tidak bisa terpisah dari kita, bahkan usai salam dari
shalat pun adakalanya langsung chattingan. Pertanyaan saya, apakah yang
saya tulis termasuk perbuatan menyia-nyiakan waktu dan tidak bermanfaat?
Ini termasuk perkara mubah ataukah justru saya akan
mempertanggungjawabkan semua yang saya tulis atau katakan di situ?
Jawab: Tentu saja setiap orang bertanggung jawab atas setiap
kata-kata dan tindakan, termasuk yang ditulis oleh tangannya. Allah
berfirman,
“Maka kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis Al-kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya, ‘Ini dari Allah,’ (dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang mereka kerjakan.” (Al-Baqarah: 79).
“Maka kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis Al-kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya, ‘Ini dari Allah,’ (dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang mereka kerjakan.” (Al-Baqarah: 79).
Bahkan manusia akan terkejut ketika melihat semua yang pernah dilakukan di dunia tertulis dalam catatan amalnya, “Dan
diletakkanlah Kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang bersalah
ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata,
‘Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil
dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya; dan mereka
dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). Dan Tuhanmu tidak
menganiaya seorang pun.” (Al-Kahfi: 49)
Karena itulah, seorang hamba hendaknya selalu merasa diawasi oleh
Allah ketika menulis. Seorang penyair membuat ungkapan yang sangat
indah:
Setiap penulis itu akan diuji dan waktu akan mengabadikan apa yang digoreskan oleh tangannya
Karena itu janganlah engkau menulis kecuali yang menyenangkan dirimu saat engkau melihatnya di akhirat.
Karena itu janganlah engkau menulis kecuali yang menyenangkan dirimu saat engkau melihatnya di akhirat.
Imam Nawawi menjelaskan hadits “siapa yang beriman kepada Allah dan
hari akhir hendaknya mengatakan yang baik atau diam” dengan ungkapan,
“Bila seseorang ingin berbicara, sedangkan yang diucapkan adalah baik
dan mendatangkan pahala, maka hendaknya ia mengatakannya. Bila ia tidak
melihat adanya kebaikan bila mengatakannya, hendaknya ia diam. Dengan
demikian, berbicara/ menulis yang sifatnya mubah diperintahkan agar
tidak dilakukan karena dikhawatirkan bisa menjerumuskan kepada perkara
yang haram dan makruh.”
Namun, ketika melihat adanya suatu kebaikan, kita hendaknya tidak
memilih diam dan tidak menanggapi. Dalam hal ini, berbicara atau
mengungkapkannya dalam tulisa di chatting lebih baik daripada diam. Ahli
ilmu mengatakan, “Perkataan yang baik itu ghanimah, sedangkan diam
adalah keselamatan. Ghaniman lebih utama daripada keselamatan.
Ibnu Rajab mengatakan, “Orang-orang saling bercakap-cakap di majelis
Al-Ahnaf bin Qais tentang manakah yang lebih baik, diam atau berbicara.
Maka Al-Ahnaf mengatakan, ‘Berbicara lebih baik karena keutamaan diam
itu hanya disukai oleh pelakunya, sedangkan ucapan yang baik bisa
mendatangkan kebaikan bagi orang yang mendengarnya.”
Umar bin Abdul Aziz ketika mendengar seseorang berkata, “Orang yang
diam karena tahu diam lebih baik sama dengan orang yang berbicara karena
berbicara itu lebih baik,” ia pun menjawab, “Saya berharap, orang yang
berbicara karena tahu bahwa berbicara lebih baik itu lebih bagus
keadaannya pada hari kiamat karena orang ini membawa manfaat bagi orang
lain, sedangkan orang yang diam hanya membawa manfaat untuk dirinya
sendiri.”
Editor: Agus Abdullah
source : kiblat.net
0 komentar:
Posting Komentar