waktu itu, satu jam sebelum senja. kau
datang membawa lelah di bawah kelopak mata. kaki-kakimu sepakat
menghampiriku di meja nomor enam—meja kayu penuh gurat ingatan.
kita duduk dalam hening. barangkali diam adalah menu pertama yang tersaji di hadapan kita. kita pun sama-sama memesan semangkuk rasa manis yang lekat dan segelas dingin yang pekat,
dua puluh menit sesudahnya, kita sibuk menjatuhkan kesedihan di meja itu. membiarkan satu (lagi) kenangan buruk mencatatkan diri di pipih mahoni segi empat.
setelahnya kau beranjak, membawa sebagian aku berjalan di sisi kirimu—menyaru sebagai bayangan yang tak pernah sekali pun kau sadari adanya. menyisa separuh aku yang berbagi getir dengan semangkuk kolak yang pias dan segelas es teh manis yang tak lagi manis.
tetapi, Aditya, tak ada pahit yang menggenang. hanya ada sebuah sajak yang pelan-pelan tenggelam di ujung senja.
(hari ini, pagi pukul sekian)
http://layanglayangmerahjambu.tumblr.com
kita duduk dalam hening. barangkali diam adalah menu pertama yang tersaji di hadapan kita. kita pun sama-sama memesan semangkuk rasa manis yang lekat dan segelas dingin yang pekat,
dua puluh menit sesudahnya, kita sibuk menjatuhkan kesedihan di meja itu. membiarkan satu (lagi) kenangan buruk mencatatkan diri di pipih mahoni segi empat.
setelahnya kau beranjak, membawa sebagian aku berjalan di sisi kirimu—menyaru sebagai bayangan yang tak pernah sekali pun kau sadari adanya. menyisa separuh aku yang berbagi getir dengan semangkuk kolak yang pias dan segelas es teh manis yang tak lagi manis.
tetapi, Aditya, tak ada pahit yang menggenang. hanya ada sebuah sajak yang pelan-pelan tenggelam di ujung senja.
(hari ini, pagi pukul sekian)
http://layanglayangmerahjambu.tumblr.com
0 komentar:
Posting Komentar