Laman

Ads 468x60px

Kamis, 16 Januari 2014

Kisah yang Buruk untuk Dituliskan dan Diceritakan Kepadamu


Rizqa,

Seperti peristiwa ketinggalan kereta, sesuatu yang sedang kita tunggu berikutnya seringkali adalah sesuatu yang sudah kita lewatkan. Sementara waktu tak mungkin berjalan mundur, menunggu ‘kesempatan kedua’ kadang-kadang seperti sebuah usaha untuk menerjemahkan kata ‘selamanya’ menjadi satuan waktu yang bisa dihitung dan diperkirakan. Kita boleh berharap bisa melakukannya, tetapi kenyataan seringkali bahkan selalu tak seindah yang kita bayangkan.

Ah, betapa sialan dan menyebalkan, mengapa penyesalan selalu datang belakangan? Lebih buruk lagi,  mengapa kita selalu bisa menemukan alasan sempurna untuk merasa tidak baik-baik saja?

Sedang apa kamu sekarang? Mengapa waktu berjalan cepat saat kita bersama dan mengapa ia berjalan begitu lambat saat kita berada di dua tempat yang berbeda? Mengapa aku tak suka menatap matamu dari dekat tetapi selalu merindukan matamu dari jauh? Mengapa tanganku begitu sibuk saat kita berjalan berdua tetapi begitu dingin dan kesepian saat kita sedang tidak bersama-sama? Mengapa takdir begitu sialan memisahkan kita dalam kata ‘sementara’ yang terasa seperti selama-lamanya?

Sebenarnya aku tak memiliki kemampuan untuk menuliskan perasaan semacam ini. Seolah-olah aku perlu ribuan kamus untuk menemukan kata-kata yang bisa menggambarkan perasaanku tentang semua ini, dan merangkai kata-kata itu menjadi semacam kalimat sempurna adalah pekerjaan besar lainnya. Barangkali aku perlu semacam kamera untuk merekam semua ekspresi yang kumiliki, mungkin aku perlu mendengarkan ribuan komposisi untuk menemukan soundtrack yang tepat bagi hari-hari kelabu yang sedang aku jalani.

Mungkin aku butuh semacam pengalih perhatian. Aku butuh semacam pelarian. Kenangan tentangmu terlalu sering menjadi mimpi indahku, dan karena itu boleh jadi episode-episode indah itu adalah semacam mimpi buruk dalam setiap terjagaku. Ah, mengapa jadi begini? Mengapa aku jadi melantur? Jelas aku butuh istirahat. Aku butuh ketenangan. Aku perlu tidur nyenyak. Dan aku perlu tanganmu untuk benar-benar membangunkanku besok pagi.

Tidurlah. Tidurlah, Sayangku. Seperti selama ini kau terlelap di lenganku,” Katamu, “Dan jika aku mengusap wajahmu atau membelai rambutmu atau membetulkan letak kepalamu, bermimpi indahlah. Ketenangan adalah saat kita memasrahkan semuanya pada keadaan, takdir yang kadang-kadang sialan membuat kita ketinggalan kereta, untuk menunggu lebih lama demi kedatangan kereta berikutnya: Semacam kesempatan kedua.

Dan aku mulai mengantuk setelah mendengar suaramu, kepalaku jadi berat. Tapi, jangan dulu tutup teleponnya, kemana kita sebenarnya akan pergi dengan kereta kedua itu?

Barangkali ke stasiun berikutnya: Kedewasaan,” jawabmu, “Tempat di mana kita akan menyadari betapa berharganya kebersamaan dan betapa perpisahan mengajarkan kita banyak hal. Tempat di mana kita mengerti bahwa sesuatu yang paling kita tunggu dan inginkan sebenarnya adalah hal-hal kecil yang sedang kita dekap tetapi sering kita sepelekan di keseharian. Tempat di mana kita tak memberi ruang pada penyesalan-penyesalan tetapi mencari peluang-peluang untuk sejumlah kerja perbaikan.

Apakah kita benar-benar sudah ketinggalan kereta?

Ya,” katamu, “Tetapi aku akan menunggu.”

Maafkan aku, Sayangku. Semoga kita segera berjumpa di stasiun berikutnya. Aku mungkin akan terlambat. Tetapi kau sudah membawa cintaku bersamamu, dan rinduku selalu datang tepat waktu.

Selamat tidur. Tetaplah mengagumkan.

FAHD DJIBRAN | Melbourne, 14 Januari 2014

0 komentar:

Posting Komentar

 

Follow Me

Followers

^_^

"Promise me you'll always remember: You're braver than you believe, and stronger than you seem, and smarter than you think."

AKU

Selalu berjanji ...

AKU

lebih berani dari yang aku yakini,

AKU

lebih kuat dari yang aku lihat

dan AKU

lebih cerdas dari yang aku pikirkan